Senin, 26 Desember 2011

MENGGUGAT CERAI


Tanya : Assalamualaikum Wr. Wb.  Abu Alifa yang baik, perkenalkan saya Theresa Wulan. Saya seorang mualaf yang sedang bingung tidak tau harus bagaimana. Saya menikah sudah hampir 4 tahun, memiliki seorang putra berusia 1,5 tahun. Sudah hampir 2 tahun ini saya dan suami ada masalah besar yang membuat saya memutuskan untuk pulang ke rumah orang tua saya pada akhir bulan agustus lalu. Permasalahan utamanya adalah saya menemukan suami saya bermesraan dengan wanita lain melalui Facebook dan itu sudah berlangsung sejak bulan desember 2009, suami saya sudah mengakuinya dan meminta maaf tetapi batin saya tersakiti dan tidak mampu untuk memaafkan dan bertahan dalam rumah tangga ini. Kasus perselingkuhan itu banyak memicu pertengkaran diantara kami selama hampir 2 tahun belakangan ini. Karena saya sudah tidak kuat lagi maka saya memutuskan untuk meninggalkan rumah suami saya (dengan sebelumnya saya meminta ijin suami untuk sementara saling intropeksi diri), tepatnya tgl 30 Agustus 2011 lalu, sampai hari ini tepatnya 4 bulan sudah kami pisah rumah. Selama 4 bulan itu pula suami saya tidak menengok saya dan anak kami, juga tidak memberi nafkah lahir batin. Akhirnya saya memutuskan untuk kembali bekerja pada bulan Oktober lalu untuk menghidupi anak saya. Yang ingin sekali saya tanyakan adalah...


1. Apakah saya bisa meminta cerai kepada suami saya karna sudah 4 bulan lamanya tidak menafkahi saya?
2. Apa yang sebaiknya saya perbuat? 
3. Kemana saya harus pergi untuk mengurus perceraian tersebut?
Mohon bantuannya ustadz, karena situasi ini membuat saya sangat bingung dan sedih.... Sebelum dan sesudahnya saya ucapkan banyak terimakasih. Wasalam. Sha Zoe

Jawab : Wa'alaikumussalam Wr.Wb. Ibu Sha, dalam mensikapi setiap permasalahan rumah tangga diperlukan sikap jernih dan tidak cepat memvonis antar kedua belah pihak. Apalagi jika kesalahan salah satu pihak belum begitu jelas. Apabila sudah jelas kekeliruan dari pasangan kita, cermati dan perhitungkan juga kebaikan-kebaikan yang pernah kita terima dari pasangan kita itu. Sehingga dengan demikian kita bisa mempertimbangkan masak-masak langkah selanjutnya. Terlebih kesalahan itu tidak terlalu fatal.
Suami ibu sudah minta maaf atas kekeliruan yang ia perbuat selama ini. Dengan pertimbangan diatas kiranya ibu bisa mengambil sikap yang bijak. Perasaan sakit hati ibu bisa dimaklumi sampai ibu tidak bersedia untuk memaafkan kekeliruan yang suami lakukan. Tapi ibu juga harus ingat, memaafkan kekeliruan lebih berharga dan bernilai, dibandingkan dengan mengikuti perasaan ibu selama ini. Dan didalam perasaan ibu yang paling dalam terbersit kecintaan yang luar biasa terhadap suami. Hal ini terbukti dengan keinginan untuk ditengok dan mendapatkan nafkah lahir dan bathin ibu. Mudah-mudahan hal ini menjadi pertimbangan ibu, sebelum melangkah apa yang ditanyakan ibu.
Adapun point yang ibu pertanyakan:
Pertama, menggugat cerai (minta cerai) kepada suami dalam Islam bias saja. Tapi hal tersebut tergantung alasan ibu. Sebab jika alasan itu hanya mengada-ngada, maka hal inilah yang dikatakan oleh Nabi saw : "Wanita yang meminta cerai dari suami pertanda wanita munafiq". Sebab ibu sendiri yang minta pergi dari rumah, bukan suami yang meninggalkan ibu selama ini. Apalagi suami sudah minta maaf.
Kedua, sebaiknya ibu berkomunikasi dengan suami, baik itu untuk memperbaiki rumah tangga atau keinginan ibu dilepas oleh suami. Perlu ibu ketahui bahwa suami ibu masih berhak sama ibu, sebelum ibu dithalaq oleh suami atau menggugat kepada suami.
Ketiga, tentu untuk melegalkan gugatan ibu sebaiknya langsung ke KUA. Dan disana tentu tidak akan langsung dikabulkan, akan tetapi akan ditanya permasalahannya dulu. Bahkan mungkin menjadi mediasi antara ibu dengan suami. Oleh karena itu pertimbangkan dengan cermat dan penuh kearifan. Jangan sampai hanya mengikuti perasaan ibu saja. Mudah-mudahan Allah swt memberikan jalan keluar yang terbaik untuk keberlangsungan rumah tangga ibu. Allohu A'lam